sederhana
bukan berarti kita harus hidup sengsara
tapi bagaimana kita hidup dalam kecukupan
tidak berlebihan
dengan sederhana dalam perjalanan
Cuti sudah ditangan, waktu yang sudah mendukung untuk bepergian. Jadilah saya dan 2 teman sepakat untuk mendaki gunung cereme menggunakan jalur apuy. Sedikit informasi, gunung cereme merupakan gunung tertinggi di jawa barat dan dapat didaki menggunakan 3 jalur, linggajati, palutungan dan apuy. Perjalanan kali ini kami sepakat untuk naik dan turun melewati jalur apuy karena sudah memesan travel dari majalengka dan paling dekat dengan desa apuy.
Sehari sebelum keberangkatan, diisi dengan kesibukan sebelum perjalanan, menyiapkan administrasi pendakian, perlengkapan maupun belanja logistik kami lakukan. Mungkin sudah seninya, saling teriak untuk mencatat perlengkapan maupun logistik selama perjalanan, menghiasi pra perjalanan menuju cereme. Selesai packing sekitar pukul 12 malam, dilanjut diskusi ringan mengenai hidup dan akhirnya tidur untuk memenuhi kebutuhan istirahat.
Esok harinya, kami menuju terminal primajasa di pgc untuk mengambil bus arah tasik ac ekonomi dan turun di cileunyi yang memakan waktu sekitar 2-3 jam. Dari cileunyi dilanjutkan ke terminal majalengka menggunakan elf arah cikijing. Sepanjang perjalanan, banyak penjaja tahu sumedang yang cukup membuat kami tergiur sehingga kami pun tergoda membeli, luar biasa rasanya, terasa lebih nikmat tahu sumedang karena langsung dimakan di tempat asalnya. Ada kejadian yang menurut saya lucu, ketika di elf, penumpang mengalami overlimit, alias benar-benar sempit karena kenek yang seenaknya memasukkan penumpang. Kalau dihitung-hitung, mungkin kapasitas penumpangnya 2 kali lebih banyak dari biasanya, dan saya pun hanya tertawa menanggapi hal tersebut. Ternyata setelah bertanya kepada penumpang lain, hal tersebut merupakan hal yang biasa. Tidak terasa, sampailah kami di terminal majelngka yang menghabiskan waktu sekitar 3 jam bersempit-sempit ria dan melanjutkan naik angkot menuju apuy. Angkot apuy adalah truk bak dengan ongkos 5000, saya merekomendasikan untuk naik angkot bersama warga apuy, karena harga angkot suka menaikkan harga ongkos untuk turis local maupun interlokal.
Sesampainya di basecamp apuy, memang bukan rejeki kami untuk mendaki cereme kali ini, karena cereme sedang tutup karena cuaca yang sedang hujan, cenderung badai dan jalan licin. Berulang kali kami mencoba meyakinkan dan bernegosiasi dengan pengurus cereme setempat agar bisa diijinkan mendaki, tetap jawabannya tidak. Karena kami pendaki yang taat, akhirnya kami memutuskan untuk tidak mendaki ke cereme dan sementara camping di argalingga, bumi perkemahan hutan pinus di desa setempat. Selama berkemah, kegiatan hanya diisi memasak, penyesalan dan hanya bisa berdoa semoga bisa mendaki cereme lain kali. Setelah mengobrol dan berdiskusi, daripada rugi tidak bisa cereme dan sudah jauh dari jakarta, akhirnya kami memutuskan untuk ke gunung galunggung di tasik sebagai alternatif cereme dengan menginap 1 malam terlebih dahulu di argalingga.
Esok harinya, kami menuju galunggung dari desa apuy menyewa pick up menuju cikijing dan lanjut bisa menuju tasik. Perjalanan sekitar 2 jam menuju tasik, terminal indihiang. Dari terminal indihiang, naik angkot hijau menuju pintu galunggung hanya dengan 10ribu rupiah. Masuk galunggung harus membayar tiket 4200 dan belum termasuk kendaraan untuk menuju tangga yang digunakan untuk sampai ke puncak galunggung. Karena kami tidak jadi mendaki cereme dan tenaga masih tersimpan penuh, kami memtuskan menuju titik awal tangga dengan berjalan kaki, terlihat bodoh memang, sudah jalan kaki, membawa carrier besar, padahal ada ojek yang bisa membawa kesana. Beberapa kali orang dengan mobil maupun kendaraan lewat dan memandang aneh kami, tapi itulah seni perjalanan dan memang setidaknya mengobati rasa sedih tidak jadi ke cereme. Dari pintu gerbang galunggung menuju titik awal tangga sekitar 1 jam dengan medan mendaki tetapi tidak terlalu berat. Menuju puncak dengan naik tangga menggunakan carrier pun sekitar ½ jam dan cukup berat, jadi diperlukan fisik dan mental untuk mendaki kesana bagi anda-anda yang belum pernah mendaki gunung atau jarang berolahraga.
Kami membuat camp di sekitar gigiran galunggung, tidak terlalu ke bawah dan dekat dengan kawah karena kami berencana untuk mandi air hangat malam harinya sehingga ketika pergi maupun kembali ke camp, tidak terlalu jauh dan bersusah-susah naik turun. Malam harinya, kami menuju pemandian air panas dengan turun kembali ke pintu gerbang, tetapi kami mengambil jalur ke kanan dari gerbang untuk mencapai pemandian yang tidak terlalu jauh dari pintu gerbang. Mandi air hangat di pegunungan yang dingin benar2 nikmat, rasa stres dan capek hilang seketika. Karena kami berendam malam hari, penjaga pemandian sudah pulang sehingga kami secara gratis bisa mandi dan sepuasnya (maaf ya pak J).
Selesai mandi, kami kembali ke camp dan tanpa banyak bicara, satu per satu dari kami tidur dengan nikmatnya karena habis mandi air hangat. Paginya, setelah makan pagi dan berfoto-foto menikmati sunrise yang sudah tertinggal, kami packing dan kembali ke jakarta menggunakan primajasa dari tasik. Sekitar 6 jam waktu perjalanan dari tasik ke jakarta karena kami menggunakan bis ekonomi.
Indah nian keindahan tuhan, meski galunggung sudah menjadi wisata, tetapi tidak hilang keindahannya, apalagi bila berada pada musim yang tepat. Tapi saya sangat yakin, galunggung yang dulu pun indah, tidak kalah dengan gunung gede denga surya kencananya, maupun kerinci dengan puncaknya. Mungkin sebutan galunggung dari saya adalah bromonya jawa barat, meski tidak seindah bromo, tetapi tetap saja galunggung mempunyai karakteristik yang tidak bisa dibandingkan dengan gunung manapun. Terakhir, jangan lupa untuk tetap menjaga kebersihan dan keindahan alam, selain dampak buruknya akan terasa ke manusia, tetapi akan hilang juga keindahan alam ciptaan tuhan.
Marifnst, 31-01-2013
Leave a Reply