Ketika langkah kaki ini menyentuh tanah
Dengan suara ranting bergemeretak
Hembusan nafas yang turun naik
Tetapi semua nya sirna seketika
Dengan kesunyian dan rahasia keindahanmu
Karena mata dan hati yang melihat ke depan
Sindoro
Angin lalu
Mata yang lesu karena kondisi fisik yang kurang beristirahat menjadi teman dalam perjalanan, dengan duduk ditemani suara langkah kereta menuju kota purwokerto. Seketika mata ini berdiri dan memandang jendela, menatap satu keindahan dari jauh diantara sawah pinggir rel kereta, gunung slamet. Rasanya baru kemarin mendaki gunung itu, berangkat berdua dengan abang, ditambah 3 orang teman dan masih teringat jelas rintikan keringat maupun canda tawa ketika mendaki gunung slamet.
Rasa-rasanya baru kemarin kami berkeluh kesah bersama karena medan pendakian slamet yang cukup berat bagi pemula seperti kami, dan sekarang telah menjadi memori Indah nan sempurna yang telah disimpan dalam hati. Tidak banyak yang bisa kukatakan kala itu, selain rasa syukur pernah singgah ke gunung tersebut.
Dalam hidup sering rasanya kita dilanda penyesalan, dan itu selalu terjadi di akhir sebuah cerita. Ketika kita berbuat baik maupun jahat, itu semua akan menjadi angin lalu yang positif maupun negatif yang akan selalu diingat bagi diri sendiri maupun orang lain. Rasanya ada 1 pelajaran penting yang kudapat kala itu, jangan pernah membuat hidupmu sia-sia, selama melakukan perbuatan dan itu positif maka jalankanlah karena ketika kau ragu dan tidak melakukannya, suatu hari kelak kau hanya bisa menyesal dan menyalahkan diri sendiri, “kenapa dulu tidak melakukan hal tersebut?”. Jangan pernah biarkan mimpimu hanya menjadi angin lalu.
Sunyi
Ketika perjalanan ini dimulai, kebetulan kondisi alam membuat kami harus menunda waktu pendakian menuju puncak sindoro karena cuaca hujan di basecamp. Antara menunda hingga hari esok atau melanjutkan perjalanan dengan menunggu sampai kondisi reda. Alhamdulillah, tidak lama menunggu, cuaca kembali menjadi bersahabat dan memungkinkan kami untuk melanjutkan perjalanan.
Rasanya sindoro sangat tenang kala itu, waktu yang sudah bergerak menjadi malam, jarangnya pendaki ke sindoro, membuat perjalanan kala itu menjadi sunyi. Jujur, kesunyian kala itu sungguh sangat menenangkan hati, akibat terbiasa hidup di kota yang ramai dan penuh hiruk pikuk kegiatan manusia, rasanya sunyi kala itu menjadi sangat spesial. Medan perjalanan kala itu pun tidak terlalu berat, jalur yang cukup jelas ditambah kondisi langit yang benar-benar luar biasa cerahnya.
Sederhana memang untuk bahagia, ketika diberikan kesunyian dengan hiasan cuaca cerah, rasanya itu sudah cukup menyiram hati yang mungkin panas akibat aktivitas di kota, diganti dengan kondisi hati yang terisi sunyi dengan keindahan. Rasanya kala itu bagaikan seorang pengembara, dengan carrier besar yang gagah dan semangat membara untuk menuju 1 titik, puncak sindoro.
Itu kereta!!!
Terkadang memang ilmu kehidupan itu tak bisa diprediksi kapan dan dimana akan datang. Bahkan menunggu kereta dengan melihat kondisi sekeliling pun bisa menggugah hati yang penuh keangkuhan karena kelebihan maupun kecukupan yang dimiliki insan manusia. Perjalanan pulang ke Jakarta saya harus menunggu kereta terlebih dahulu di stasiun dan jadilah saya dan tim hanya duduk-duduk mengobrol ngalor ngidul untuk mengisi waktu senggang tersebut.
Tiba-tiba muncul pengumuman kereta akan datang dan kebetulan itu bukan kereta yang akan kunaiki. Seketika itu stasiun langsung ramai oleh penjual-penjual yang langsung bersigap untuk menaiki kereta dan menjajakan jualannya kepada penumpang kereta. “itu kereta, itu kereta”, banyak dari mereka berlari bahkan nekat melompati gerbong agar bisa menjadi penjual yang pertama. Tidak mengenal umur maupun jenis kelamin, penjual tersebut saling berlomba masuk demi mencari 1 hal, uang untuk kehidupan mereka.
Sedih rasanya melihat perjuangan mereka, kala itu sudah malam dan seharusnya mereka sedang istirahat, tetapi mungkin demi menghidupi keluarga mereka terpaksa mengurangi waktu istirahat demi melihat istri dan anak mereka tersenyum. Sedih bercampur menyesal rasanya, aku yang mungkin terbiasa hidup cukup, meski tidak lebih, tetapi rasanya masih kurang bersyukur dengan hidup yang mungkin bagi orang seperti mereka sudah dianggap berlebih. Ada 1 pelajaran yang kudapat kala itu, bersyukur. mungkin hingga saat ini masih kurang bersyukur dengan hidup yang kumiliki saat ini, tetapi semoga mata ini bisa menggerakkan hati yang masih keruh untuk menjadi manusia yang lebih bersyukur akan nikmat yang telah diberikan oleh ALLAH SWT.
***
Sulit rasanya menuliskan satu per satu keindahan perjalanan kali ini, rasanya lautan yang menjadi tinta pun akan kurang untuk menjelaskan semuanya. Tetapi 1 hal yang pasti tetap kupegang, kemanapun engkau pergi, maka jangan lupa untuk tetap ingat bahwa hidup di dunia ini sementara dan selalu ingat kepada pemiliknya. Mungkin prinsip ini terkesan basi dan sering dikumandangkan, tetapi itu masih lebih baik daripada tidak berprinsip dan tidak melakukan hal yang bermanfaat untuk orang lain. Akhir kata, mari mendaki gunung dengan tetap menjaga keindahannya dengan tidak membuang sampah dan melakukan perbuatan yang dapat merugikan alam.
Terima Kasih sebesar besar nya kepada dwita & bang dodol selama perjalanan kali
See you next trip
Marifnst, 2013-07-08
Informasi :
Administrasi : 3.000/orang + 1.000 untuk air.
Transportasi berangkat :
- Pasar senen – purwokerto : kereta kutojaya utara (70.000)
- Stasiun purwokerto – terminal purwokerto : angkot oren (5.000)
- Terminal purwokerto – desa kledung : bis jurusan semarang via wonosobo (30.000)
- Desa kledung – pos 1 : ojek (15.000)
Transportasi pulang :
- Pos 1 – kledung : ojek (10.000)
- Kledung – terminal wonosobo : bis ¾ (5.000)
- Terminal wonosobo – terminal purwokerto : bis (25.000)
- Terminal purwokerto – stasiun purwokerto : taksi (30.000)
Leave a Reply