Tidak rugi rasanya, dua hari cuti yang saya ambil untuk mendapatkan suasana baru yang disembunyikan tuhan di bumi malang, bernama gunung bromo. Gunung yang memiliki ketinggian 2329 mdpl yang sudah menjadi gunung wisata, tetap tidak kehilangan pesona keindahannya yang cukup membuat saya terpana, dan semakin cinta dengan alam semesta.
Saya berangkat dari stasiun senen Jakarta dengan 3 teman saya, umam, miftah dan asep pukul 14.30 dan sampai di malang sekitar jam 9 esok harinya. Kami berkumpul terlebih dahulu bersama EO perjalanan kami beserta peserta lain dan menuju homestay tempat kami tinggal.
Tempat yang kami singgahi pertama kali adalah coban pelangi, atau air terjun yang sebenarnya saya tidak tahu kenapa dinamakan pelangi, tetapi air terjun sudah cukup untuk membuat saya refresh dari kegiatan sehari hari di Jakarta. Perjalanan menuju curug tidak begitu jauh, sekitar ½ jam dan medan perjalanan yang tidak terlalu berat.
Tempat kedua yang kami singgahi adalah penanjakan, berangkat pagi subuh menggunakan mobil hartop untuk menikmati matahari terbit dengan indahnya. Sayang, terkadang alam sekitar tertutup kabut sehingga beberapa kali kami perlu menunggu dalam mengambil foto, setidaknya tidak turun hujan pagi itu.
Selanjutnya perjalanan dilanjutkan ke bromo. Perjalanan ke atas cukup berat sehingga diperlukan fisik yang perlu dilatih agar bisa sampai di puncak. Tetapi jangan kuatir, di bromo sudah banyak penyewaan kuda untuk mengantar sampai batas tangga menuju puncak sehingga tidak terlalu banyak menggunakan tenaga untuk sampai di puncak. Sayang, ada beberapa faktor x yng menyebabkan saya tidak bisa ke puncak, tepatnya saya harus setoran ke kamar mandi, padahal posisi saya sudah di depan tangga menuju puncak.
Selesai di bromo, tempat terakhir adalah bukit teletubis. Jangan Tanya saya kenapa dinamakan teletubis, mungkin karena mirip dengan film teletubis. Disini konisinya sangat hijau dan sangat bagus khususnya ketika cuaca cerah sehingga keadaan sekitar lembahan ini terasa sangat indah.
Saya yakin keindahan bromo sekarang sudah sangat berkurang dibandingkan zaman dahulu, zaman dimana bromo belum menjadi tempat wisata, masih perawan tanpa dijamah banyak manusia dan hilangnya kesunyian aroma pegunungan yang membuat perjalanan ini bagi saya terasa ada yang kurang. Yang pasti, saya hanya bisa berharap bromo tidak dirusak lebih lanjut, tetapi semakin dijaga sehingga keindahannya tidak akan luntur selamanya.
Marifnst, 27-12-2012
Leave a Reply